Jenis dan Kedudukan Peraturan Desa Dalam Sistem Hukum Nasional


Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri DalamNegeri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan di Desa, jenis peraturan di desa meliputi: 
1)     Peraturan Desa; 
2)     Peraturan Bersama Kepala Desa; dan 
3)     Peraturan Kepala Desa.
Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun Peraturan bersama Kepala Desa berisi materi kerjasama desa.
Sedangkan Peraturan Kepala Desa berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Selain mengeluarkan produk hukum yang bersifat pengaturan, Kepala Desa juga dapat menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa yang bersifat penetapan.Keputusan Kepala Desa adalah penetapan yang bersifat konkrit, individual, dan final. 

Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Penyusunan Peraturan Di Desa 
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi: 
1)     membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; 
2)     menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan 
3)     melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. 

Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis dengan masa keanggotaan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji.Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan Keuangan Desa.

Adapun mekanisme musyawarah Badan Permusyawaratan Desa sebagai berikut: 
1)     musyawarah Badan Permusyawaratan Desa dipimpin oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa; 
2)     musyawarah Badan Permusyawaratan Desa dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa; 
3)     pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah guna mencapai mufakat; 
4)     apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan cara pemungutan suara; 
5)     pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit ½ (satu perdua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa yang hadir; dan 
6)     hasil musyawarah Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan keputusan Badan Permusyawaratan Desa dan dilampiri notulen musyawarah yang dibuat oleh sekretaris Badan Permusyawaratan Desa.

Badan Permusyawaratan Desa juga memiliki tugas penting lain yaitu menyelenggarakan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategismeliputi: 
1)     penataan Desa; 
2)     perencanaan Desa; 
3)     kerja sama Desa; 
4)     rencana investasi yang masuk ke Desa; 
5)     pembentukan BUM Desa; 
6)     penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan 
7)     kejadian luar biasa.
Musyawarah Desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun dengan dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. 

Kewenangan Bupati/Walikota melakukan Evaluasi dan Klarifikasi Peraturan Desa 
Berdasarkan Pasal 112 UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Adapun Pembinaan dan pengawasan yangdilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota meliputi: 
1)     memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Desa; 
2)     memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; 
3)     memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; 
4)     melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa; dan 
5)     melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa. Evaluasi disini termasuk juga melakukan pembatalan terhadap Peraturan Desa.

Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu: 
1)     terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat; 
2)     terganggunya akses terhadap pelayanan publik; 
3)     terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum; 
4)     terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; dan 
5)     diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, serta gender. 

a.      Evaluasi rancangan Peraturan desa ke Bupati/Walikota 
Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan Desa untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa diserahkan oleh Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota. Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan hasil evaluasi, Kepala Desa wajib memperbaikinya.
Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi.Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk memperbaiki rancangan peraturan desa. Hasil koreksi dan tindaklanjut disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat.
Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi, dan tetap menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota. 

b.     Klarifikasi Peraturan Desa
Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan di Desa untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Desa yang telah diundangkan disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak diundangkan untuk diklarifikasi. Bupati/Walikota melakukan klarifikasi Peraturan Desa dengan membentuk tim klarifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima.
Hasil klarifikasi oleh Bupati/Walikota dapat berupa: 
1)     hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi; dan 
2)     hasil klarifikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dalam hal hasil klarifikasi Peraturan Desa tidak bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota menerbitkan surat hasil klarifikasi yang berisi hasil klarifikasi yang telah sesuai. Sedangkan dalam hal hasil klarifikasi bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa tersebut dengan Keputusan Bupati/Walikota. 

Kerjasama Antar-Desa Menurut UU Desa dan Peraturan Pelaksanaannya 
Berdasarkan Pasal  91 UU No. 6 tahun 2014, Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama antar-Desa sendiri meliputi: 
1)     pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing; 
2)     kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau 
3)     bidang keamanan dan ketertiban.

Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa.Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa. Musyawarah antar-Desa sendiri membahas hal yang berkaitan dengan: 
1)     pembentukan lembaga antar-Desa; 
2)    pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa; 
3)     perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa; 
4)     pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan Perdesaan; 
5)     masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada; dan 
6)     kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.
Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar-Desa dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.
Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan kerja sama dengan pihak ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Kerja sama dengan pihak ketiga tersebut sebelumnya perlu dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.  
Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan bersama kepala Desa. Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian bersama.Peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling sedikit memuat: 
1)     ruang lingkup kerja sama; 
2)     bidang kerja sama; 
3)     tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama; 
4)     jangka waktu; 
5)     hak dan kewajiban; 
6)     pendanaan; 
7)     tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan 
8)     penyelesaian perselisihan.

Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya, dantokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun susunan organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan dengan peraturan bersama kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja sama bertanggung jawab kepada kepala Desa.
Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus dimusyawarahkan dengan menyertakan para pihak yang terikat dalam kerja sama Desa. Kerja sama Desa dapat berakhir apabila: 
1)     terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian; 
2)     tujuan perjanjian telah tercapai; 
3)     terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian kerja sama tidak dapat dilaksanakan; 
4)     salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian; 
5)     dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama; 
6)     bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; 
7)     objek perjanjian hilang; 
8)     terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat Desa, daerah, atau nasional; atau 
9)     berakhirnya masa perjanjian.
Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah serta dilandasi semangat kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh camat.Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam wilayah kecamatan yang berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/walikota. Penyelesaian perselisihan tersebut bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
Sementara pada perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan setelah dilakukan fasilitasi sesuai peraturan perundang-undangan, dilakukan penyelesaian melalui proses hukum. 

Prosedur Penyusunan Peraturan Di Desa
Penyusunan Peraturan Desa

Tahap Perencanaan 
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa. Selain itu, Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa juga dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa. 

Tahap Penyusunan oleh Kepala Desa 
Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa.Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa (sesuai pasal 6 ayat 2 permendagri 111/2014) dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan masukan. Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi pengaturan.
Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama. 

Tahap Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD 
Selain diprakarsai oleh Pemerintah Desa,  BPD dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan Desa,  kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana pembangunan jangka menengah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana kerja Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan rancangan Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa. 

Tahap Pembahasan 
BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa.Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah Desa danusulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul. Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.
Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan. Rancangan peraturan Desa wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa. 

Tahap Penetapan 
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan.Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan Desa tersebut, Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa. 

Tahap Pengundangan 
Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa. Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan. 

Tahap Penyebarluasan 
Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa, pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa. Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.  

Penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa
Tahap Perencanaan 
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama antar-Desa.Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa. 

Tahap Penyusunan 
Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desapemrakarsa.Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan dapat dikonsultasikan kepada camat masing-masing untuk mendapatkan masukan. Masukan dari masyarakat desa dan camat tersebut digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa. 

Tahap Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan 
Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh 2 (dua) Kepala Desa atau lebih. Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar-Desa menetapkan Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati.
Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan tersebut diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa. Peraturan Bersama Kepala Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa. 

Tahap Penyebarluasan
Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-masing. Metode penyebarluasan dapat menggunakan berbagai sarana yang memudahkan masyarakat desa untuk mengaksesnya, misalnya melalui sarana internet atau pengumuman di tempat strategis. 

Penyusunan Peraturan Kepala Desa 
Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa. Materi muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan Peraturan di Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Proses penyusunan Peraturan Kepala Desa dari segi prosedur lebih sederhana karena tidak memerlukan persetujuan dari BPD. Adapun metode penyusunannya berlaku mutatis mutandis dengan metode penyusunan peraturan perundang-undangan yang lain. Sebagai tahap akhir, Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa. 

Penyusunan Rancangan Perdes Prioritas 
Penyusunan Rancangan Perdes tentang Rencana  Pembangunan Jangka Menengah Desa 
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.

Perencanaan pembangunan Desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa yangwajib dilaksanakan paling lambat pada bulan Juni tahun anggaran berjalan.Dalam menyusun RPJM Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa.

Rancangan RPJM Desa paling sedikit memuat penjabaran visi dan misi kepala Desa terpilih dan arah kebijakan perencanaan pembangunan Desa dengan memperhatikan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota.

RPJM Desa mengacu pada RPJM kabupaten/kota yang memuat visi dan misi kepala Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan pembangunan Desa.RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas pembangunan kabupaten/kota.RPJM Desa ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa.

Apa yang dimaksud dengan Kondisi objektif Desa? Maksudnya adalah kondisi yang menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan mempertimbangkan, antara lain, keadilan gender, pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga, keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan perdamaian, serta kearifan lokal.

Melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa, Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.Dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi.Usulan kebutuhan pembangunan Desa harus mendapatkan persetujuan bupati/walikota. Jika usulan tersebut disetujui, maka usulan dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya.

Melalui kesepakatan dalam musyawarah pembangunan desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa, RPJM Desa dapat diubah dalam hal:
1)     terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau 
2)     terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
      Rancangan Perdes tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa.RKP Desa paling sedikit berisi uraian:
1)     evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
2)     prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa;
3)     prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja sama antar-Desa dan pihak ketiga;
4)     rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan
5)     pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.

RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.RKP Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan yang menjadi dasar penetapan APB Desa.

Dalam menyusun RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa.

Melalui kesepakatan dalam musyawarah pembangunan desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa, RKP Desa dapat diubah dalam hal:
1)     terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau 
2)  terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. 

Rancangan Perdes tentang APB Desa 
Penting untuk dipahami bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, sumber pembiayaan pemerintah desa dibagi berdasarkan kewenangan sebagai berikut: 
1)     penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APB Desa. Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. 
2)     Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja Negara yang dialokasikan pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota. 
3)     Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Gubernur menginformasikan rencana bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi.Bupati/walikota menginformasikan rencana ADD, bagian bagi hasil pajak dan retribusi kabupaten/kota untuk Desa, serta bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota.
Penyampaian informasi tersebut kepada kepala Desa dilakukan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari setelah kebijakan umum anggaran dan prioritas serta plafon anggaran sementara disepakati kepala daerah bersama dewan perwakilan rakyat daerah. Selanjutnya Informasi dari gubernur dan bupati/walikota tersebut dijadikan sebagai bahan penyusunan rancangan APB Desa.



PP No. 43 tahun 2014 juga mengatur batasan peruntukan Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa dengan perincian: 
1)     paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan 
2)     paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk: 
a)     penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa; 
b)     operasional Pemerintah Desa; 
c)      tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan 
d)     insentif rukun tetangga dan rukun warga.
Dalam proses penyusunannya, Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa disepakati bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa paling lambat bulan Oktober tahun berjalan untuk kemudian disampaikan oleh kepala Desa kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) Hari sejak disepakati untuk dievaluasi oleh Bupati/Walikota yang dalam pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Camat. Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.

Sumber :  Materi Pembekalan Pendampingan Desa, 2015
 




Kami juga menjual dan mempunyai artikel yang lain:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar